Monga.id-Ketapang, Dengan alunan musik dan paduan suara, setidaknya itulah yang menjadi cara komunitas Paduan Suara Amba dan Ompe Harmoni dalam melayani, berkarya bagi Tuhan dan sesama.
Amba dan Ompe lahir sebagai tanda cinta bagi Tuhan dan sesama, adalah Alm. Alexander Yan Sukanda, S.Sn sebagai penggagas Paduan Suara Amba. Sedangkan Ompe Harmoni harmoni digagas oleh Frans Suma dan Al. Yan Sukanda. Komunitas ini hadir dalam karya bagi Tuhan juga sesama lewat musik dan sorak sorai nyanyian.
Tidak hanya memuji nama Tuhan, namun juga bagi semua dan bersama. Lahirnya dua komunitas ini (Amba dan Ompe Harmoni) anak muda yang tergabung terdiri dari ragam balutan multi etnis (anggota dari komunitas ini terdiri dari dari beragam etnis). Dayak, Tionghoa, Flores, Jawa dan Batak, setidaknya itu beberapa etnis yang tergabung di kelompok ini, tak ada pemisah antara yang satu dengan sesama di komunitas. Semua sama untuk belajar dan berkarya bagi Tuhan dan sesama.
Akhir pekan adalah waktu mereka untuk menyempatkan diri untuk berkarya dengan ragam kegiatan latihan bersama ataupun sekedar berkumpul sembari berdiskusi singkat yang selalu rutin melakukan latihan adalah ompe harmoni.
Latihan musik modern dengan memadukannya dengan alat musik tradisional, sesekali dipercaya untuk mengiringi musik saat acara pernikahan, perayaan besar di gereja ataupun event khusus yang sengaja mengundang Amba dan Ompe Harmoni.
Kolaborasi AMBA (Alunan Maing Ba Tayoh) dan Ompe Harmoni pun tak jarang berpadu, kala karya melayani sesama atau pun bagi Tuhan mereka lakoni ketika dipercaya untuk bertugas (mengisi) dalam melayani dengan pujian dan musik. Musik liturgi, musik etnik dan modern dipadukan menjadikan satu irama indah dalam polesan aransemen yang baik dari sang pengampu (pelatih).
Ciptaan lagu baru dari kreasi pelatih, Paduan Suara Amba dan Ompe pun tak jarang diperdengarkan kepada sesama di gereja saat bertugas.
Walau Sang penggas (Al. Yan Sukanda) telah tiada secara raganya di dunia, tetapi semangatnya tetap tumbuh dan berkembang dalam sanubari putra/i pada dua saudara (Amba dan Ompe) ini. Setidaknya itu semangat yang tak boleh padam dan tak boleh lekang oleh waktu.
Paduan Suara Amba dan Ompe Harmoni; “Melayani, berkarya bagi Tuhan dan Sesama”
Hanya lewat musik dan nyanyian itulah karya yang dapat kami sampaikan kepada siapa saja, sembari terus belajar dan terus berproses dalam usia yang tidak lagi muda bagi dua saudara ini (Amba dan Ompe), umur boleh tua tetapi jiwa harus tetap muda dalam melayani dan berkarya bagi Tuhan juga sesama.
Paduan Suara Amba yang kini umurnya telah berusia 22 tahun beranjak dan Ompe Harmoni (12 tahun), semakin tumbuh dan berkembang bagi siapa saja yang ingin belajar berproses dalam karya dan pelayanan.
Saat ini, Amba dan Ompe Harmoni dalam melayani tidak mengesampingkan kesakralan musik liturgi. Dalam sejarah gereja Katolik, musik liturgi sejatinya adalah sakral dan ritus yang tak boleh diganti dengan rekaman (midi). Seperti misalnya yang acap kali terjadi kini beberapa kali musik midi (musik rekaman) beberapa kali diputar dari pada musik langsung dari pemain musik dan penyanyi (paduan suara).
Amba dan Ompe juga masih bisa berkarya dalam pelayanan dengan tampil apa adanya walau tak sempurna. Kini, Amba dan Ompe dilatih oleh pelatih Apolosius Tms, SSn dan terus melayani bagi Tuhan dan sesama.
Semoga dua saudara (Amba dan Ompe) bisa terus melayani, berkarya bagi Tuhan dan sesama hingga selamanya.
(Monga/Pit)