Bersyukur sekaligus juga beruntung, mungkin kata itu yang patut untuk dikatakan. Iya, beruntungnya saya masih bisa menyaksikan langsung tradisi leluhur yaitu Ba Uri Ntama yang masih ada dan tidak lekang oleh waktu dan jaman.
Bukan tak percaya kepada dokter atau tenaga medis atau pun juga bukan berarti melanggar larangan perintah agama, akan tetapi jika boleh dikata Ba Uri Ntama merupakan tradisi lelulur yang masih ada dan tersisa hingga kini (tak lekang oleh waktu) di Kampungku. Seperti beberapa waktu lalu, ketika saya pulang liburan ke kampung halaman saya sangat beruntung bisa berjumpa dan bertemu dengan masyarakat yang melakukan prosesi Ba Uri ntama.
Apa itu Ba Uri Ntama?. Ba Uri Ntama adalah istilah kata penyebutan untuk Barobat Kampong dalam bahasa Dayak Simpang Dua, Ketapang, Kalbar. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai berobat kampung (pengobatan tradisional melalui prantara dukun sebagai penyembuh).
Ba Uri Ntama bagi masyarakat di Kampung sebagai salah satu cara (alternatif) pengobatan yang dilakukan setelah sebelumnya si pasien terlebih dahulu berobat kepada dokter/perawat/mantri.
Ba Uri Ntama biasanya dilakukan oleh seorang warga kampung yang keluarganya didera Ngijing Idap Konapm Panyakit (sakit penyakit) yang mana juga sakit penyakit tersebut tak kunjung sembuh-sembuh setelah periksa dan berobat kepada medis. Maka mereka biasanya melakukan Barobat Kampong.
Seorang yang melakukan pegobatan secara tradisional (berobat kampung/pengobatan secara tradisional) diwajibkan untuk menyiapkan segala perlengkapan untuk prosesi acara Ba Uri Ntama.
Biasanya, sebelum dilakukan Ba Uri Ntama, pasien yang sakit terlebih dahulu diperiksa oleh sang dukun dengan cara ntomas (memeriksa dan menganalisa sakit penyakit pasien) dengan menggunakan salah satu media seperti Penampe Podi (penampi padi), Sina (sejenis pisau peraut) dan Jerongo (sejenis kunyit berwarna putih). Selanjutnya kunyit tersebut dilempar-lempar ke atas dua tiga kali dan si dukun pun biasanya langsung mengetahui sakit penyakit pasien.
Si Dukun biasanya secara detail dan gamblang setelah melakukan ntomas menyebutkan analisa sakit penyakit yang diderita oleh si pasien. Setelah dilakukan ntomas kemudian barulah prosesi Ba Uri Ntama bisa dilakukan.
Adapun perlengkapan atau alat-alat/barang yang digunakan untuk melakukan prosesi Ba Uri Ntama seperti yang dilakukan oleh Dukun Jais (biasa disapa Pak Buan) misalnya adalah seperti mayang pinang, sabang (sejenis bunga yang daunnya berwarna merah), proteh (beras di goreng yang menyerupai corn/beras petas) ayam satu ekor, nasek puteh sa kopal (nasi putih sekepal/segenggam), tuak secukupnya (minuman tradisional yang terbuat dari permentasi beras pulut) nasek palomak sa kopal (nasi pulut/ketan), ilum (sirih, pinang dan rokok sebagai sesajian), boras kuning (beras yang telah dicampuri dengan kunyit), 1 ekor ayam jika tingkat penyakit pasien sedang, 1 butir telur rebus dan 1 butir telur goreng, 3 batang lilin, air putih, gula merah, ancak (bambu yang dianyam sebagai tempat sesajian kepada Duata/Sang Pencipta) dan beberapa perlengkapan lain seperti beberapa tanaman (tumbuhan hutan) untuk tampong tawar.
Untuk perlengkapan Ba Uri Ntama setiap sesajian itu berbeda, tergantung sakit penyakit pasien ujar Jais ketika ditanya di sela-sela acara pengobatan. Biasanya semakin sulit penyakit maka semakin banyak pula sesajian yang harus disiapkan, atau bahkan ada yang mempersiapkan hingga Ba Uri Ntama Aih (pengobatan besar)atau dengan kata lain Baboretn ( balian/babalin).
Terlihat beberapa sesajian perlengkapan Ba Uri Ntama seperti air putih yang dimasukan kedalam wadah botol dan beberapa perlengkapan Ba Uri Ntama terlebih dahulu sanampo/nyampo (diasapkan sementara) dengan kemenyan dan diiringi oleh berapa bacaan mantra sang dukun.
Prosesi setelah nyampo perlengkapan Ba Uri Ntama, selanjutnya sang dukun memeriksa tubuh si pasien yang sakit, jika ada sakit penyakit berdasarkan analisa sebelumnya maka penyakit tersebut dicabut oleh si dukun dengan tangan. Sebelum mencabut sakit penyakit, biasanya seperti yang Jais lakukan adalah membacakan mantra-mantra, bersiul-siul sembil mengelilingi pasien yang sakit.
Seperti yang saya jumpai, ketika saya berkesempatan diberitahu dan diundang oleh tetangga yang juga kerabat dekat rumah untuk menghadiri prosesi Ba Uri Ntama di situ saya melihat si dukun mencabut penyakit si pasien. Terlihat, dukun mendapat/mencabut sakit penyakit si pasien yang kebetulan usianya masih balita dan selalu menangis tidak henti-henti sebelumnya, menurut dukun penyakit si pasien tersebut adalah muno (sakit yang disebabkan oleh gangguan tertentu) dan dukun berhasil mencabut penyakit di dalam tubuh pasien tepat di dekat telingannya yaitu gulungan rambut sebesar jagung kira-kira ukuran besarnya. Selang beberapa hari pasien tersebut bisa sembuh dan tidak lagi menangis setiap saat.
Setelah dilakukan pengobatan secara kampung/Ba Uri Ntama, jika pasien yang sakit masih kecil maka ia tidak diberikan pantangan dan jika pasiennya sudah dewasa maka ia diberi pantang penti pantangan (larangan memakan sesuatu atau dilarang pergi ke hutan, berdasarkan keterangan dukun, dalam bahasa simpang disebut juga jaga pupoh alias jaga semangat yang terdiri dari roh dan jiwa) atau setidaknya ia (pasien) harus istirahat di rumah hingga pantangan selesai, biasanya pantangan berlaku selama 3 hari bagi pasien.
Apabila prosesi Ba Uri Ntama selesai dilakukan dalam hal ini mencabut segala sakit penyakit yang ada di tubuh pasien, biasanya para tamu undangan terdekat yang menyaksikan prosesi tersebut oleh tuan rumah yang menyelenggarakan diajak untuk makan bersama. Setelah makan bersama, prosesi penyerahan saseh hadiah (ucapan terima kasih kepada dukun dan saksi yang menyaksikan pengobatan kampung), biasanya tuan rumah memberikan 5 piring kaca, ayam sisa prosesi ba uri ntama dan beras, benang putih, serta uang se pemberian (pingan 5 real dan 5 suku, boras komang, bonang puteh, uang sepemberian). Tetapi biasanya, sang dukun jarang sekali mau menerima semua pemberian dari pihak pasien.
Menurut cerita, tradisi leluhur seperti Ba Uri Ntama ini sudah ada sejak dulu, entah tahun berapa prosesi ini hadir mereka tidak mengetahuinya. Namun yang pasti tradisi seperti ini merupakan warisan yang harus selalu ada sebagai sarana pengobatan alternatif yang boleh-boleh saja dilakukan dan ini merupakan adat, tradisi atau pun budaya yang sayang jika hilang. Semoga tradisi Ba Uri Ntama bisa lestari hingga nanti. Amin…
(MONGA.ID/Petrus Kanisius)