Nasib tragis harus diterima si manis atau Trenggiling yang dalam bahasa latinnya disebut Manis Javanica ini ditemukan dalam keadaan mati terpanggang oleh ganasnya api akibat Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) yang di Pelang, hari Selasa (20/8/2019) kemarin.
Saat itu, bermula tim pemadam kebakaran dari tim gabungan yang terdiri dari Manggala Agni Daops Ketapang, TNI dan Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) Pelang, Matan Hilir Selatan (MHS) menemukan secara tidak sengaja si manis/Trenggiling di lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada pukul 10.00 WIB.
Adapun lokasi ditemukannya trenggiling di lahan perkebunan masyarakat, di jalan Pelang Tumbang Titi, Dusun 4 Kanalisasi Desa Sungai Pelang, Kecamatan, Matan Hilir Selatan.
Satu ekor trenggiling yang ditemukan terpanggang itu dinyatakan sudah tak bernyawa (mati) tersebut diperkirakan berasal dari hutan sekitar yang terbakar dan terkepung oleh api. Diperkirakan trenggiling tersebut mati karena terjebak api yang melahap wilayah perkebunan milik masyarakat Pelang.
Tim gabungan pun selanjutnya langsung menghubungi pihak BKSDA Seksi Wilayah 1 Ketapang. Menurut informasi dari Brigadir Suhanadi, selaku Bhabinkamtibmas Pelang, Matan Hilir Selatan mengatakan; Dari pihak BKSDA meminta agar trenggiling tersebut agar dikubur saja.
Sekedar informasi tentang trenggiling :
Dalam Bahasa Inggris, trenggiling disebut dengan nama Sunda Pangolin atau Malayan Pangolin.
Trenggiling atau disebut juga sebagai trenggiling biasa, merupakan hewan yang hidupnya mendiami wilayah-wilayah sekitar hutan hujan di Asia, termasuk di hutan hujan Indonesia. Di Indonesia, sebaran trenggiling adalah di Kalimantan, Sumatera dan Jawa.
Di dunia, hewan yang tergolong mamalia nokturnal ini memiliki delapan spesies, empat spesies diantaranya terdapat di Asia dan empat spesies lainnya di Afrika.
Untuk menandai wilayah keberadaannya, biasanya trenggiling dengan memberikan tanda berupa kotoran dan air seninya.
Saat ini, keberadaan atau nasib Si Manis semakin laris manis sesuai namanya, karena beberapa hal salah satunya karena masih maraknya perburuan dan hilangnya habitat hidup mereka berupa hutan. Perburuan terhadap daging dan sisik trenggiling untuk diperdagangkan menjadikan hewan ini keberadaannya dari hari ke hari semakin langka hingga terancam punah.
Dari tahun ke tahun, data menyebutkan masih maraknya perdagangan dari sejak dulu hingga saat ini sangat memprihatinkan. Tidak bisa disangkal nasib dari hewan ini kian sulit bertahan dan berkembang biak di habitat hidupnya.
Sebagai contoh, misalnya, hewan atau satwa yang terancam punah ini semenjak 10 tahun terakhir telah diambil kurang lebih satu juta ton dari habitatnya. Hal ini tentunya yang membuat kekhawatiran nantinya apakah trenggiling bisa bertahan hingga nanti.
Sebagian orang mempercayai, sisik trenggiling digunakan sebagai obat yang dipercayai pula berkhasiat menyembuhkan penyakit seperti kelumpuhan. Sedangkan dagingnya diperjualbelikan untuk dikonsumsi.
Beberapa fakta tentang perburuan terhadap hewan berlidah panjang ini juga menjadi kekhawatiran bersama terkait penegakan hukum yang boleh dikata masih lemah dan cenderung diabaikan oleh para pemburu sehingga yang terjadi adalah perburuan dan perdagangan masih saja terjadi.
Dari data IUCN (International Union for Conservation of Nature) memasukkan trenggiling dalam daftar sangat terancam punah/kritis di habitatnya (Critically Endangered– CR).
MONGA.ID/Petrus Kanisius