MONGA-KETAPANG,Ternyata Ada 1.809 Jenis Burung di Indonesia dan 8 Jenis Pohon Khas Kalimantan. Hal ini diketahui, ketika Erik dan Andre, sapaan akrab mereka sehari-hari, ketika berkesempatan berbagi informasi (menyampaikan materi) tentang Burung Migran dan Status Konservasi Tumbuhan di Kalimantan Barat, pada Senin 13 Januari 2020 kemarin, di Camp Lubuk Baji (camp bawah).
Materi tersebut disampaikan kepada 93 orang mahasiswa Teknik Lingkungan yang melakukan kuliah lapangan (Ekskursi Lapangan) dari Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Tanjungpura Pontianak.
Adapun tujuan dari materi tersebut disampaikan dalam mata kuliah Konservasi Lingkungan dan Hidrologi Lingkungan semester genap tahun akademik 2019/2020 Universitas Tanjungpura di Lubuk Baji, Kawasan Taman Nasional Gunung Palung (TANAGUPA), Desa Sedahan Jaya, Kabupaten Kayong Utara.
Pada kesempatan tersebut, selama 60 menit masing-masing, Erik Sulidra dan Andre Ronaldo dari Yayasan Palung berkesempatan berbagi informasi, menyampaikan materi. Erik Sulidra menyampaikan materi tentang; Pengetahuan tentang burung migran.
“Kita sebagai makhluk ciptaan berkewajiban untuk saling menjaga. Meningkatkan pengetahuan dasar agar bisa hidup berdampingan, bukan merusak. Selain itu juga untuk meningkatkan pengetahuan terhadap satwa-satwa yang dilindungi”, ujar Erik.
Berbicara tentang burung kata Erik, setidaknya ada 1809 jenis burung yang ada di Indonesia, atau urutan ke 4 setelah Kolombia, Brazil dan Peru, berdasarkan data avibase.bsc-eoc.org. Masih menurut data avibase.bsc-eoc.org kata Erik, di Kalimantan sendiri ada kurang lebih 490 jenis burung.
Lebih lanjut menurut Erik, Saat ini yang menjadi sasaran pengamatan di Indonesia ada 20 famili burung, lebih khusus burung air. Sementara itu, di Ketapang dan Kayong Utara ada 12 famili burung yang sudah teramati oleh para Kelompok Pengamat burung.
Berikut 12 jenis burung migran yang pernah tercatat oleh kelompok pengamat burung di Ketapang; Blekok Cina (Ardeola bacchus), Cerek Besar (Pluvialis squatarola), Cerek Kernyut (Pluvialis fulva), Gajahan Penggala (Numenius phaeopus), Gajahan Erasia (Numenius arquata), Gajahan Timur (Numenius madagascariensis), Birulaut Ekor-hitam (Limosa limosa), Birulaut Ekor-blorok (Limosa lapponica), Ibis Rokoroko (Plegadis falcinellus), Trinillumpur Asia (Limnodromus semipalmatus), Kedidi Leher-merah (Calidris ruficollis) dan Camar Kepala-hitam (Larus ridibundu).
Ini dirasa sangat penting karena bisa menjadi citizen science (mengacu pada karya ilmiah yang dilakukan oleh anggota masyarakat umum yang sering kali bekerja sama dengan atau di bawah arahan ilmuwan profesional dan institusi ilmiah), kata Erik.
Sementara itu, Andre Ronaldo menyampaikan materi tentang; Status Konservasi Tumbuhan di Kalimantan Barat. Andre memaparkan terkait tentang yang diatur secara global dan undang-undang oleh pemerintah.
Adapun Status Konservasi Tumbuhan di Kalimantan Barat, setidaknya ada 8 jenis pohon khas Kalimantan yang masuk dalam daftar IUCN Redlist. Berikut nama-namanya ;
- Eusideroxylon zwageri (Kayu Ulin); statusnya rentan/VU,
- Dipterocarpus sublamellatus (Kruing) statusnya; terancam punah/ EN,
- Shorea seminis (Terindak); Sangat Terancam Punah/ CR ,
- Cotylelobium burcii (Resak); statusnya terancam punah/EN,
- Dryobalanops rappa (Kapur/Keladan); statusnya terancam punah/EN,
- Hopea mengerawan (Merawan) ; Sangat Terancam Punah/ CR
- Dracontemelon costatum (Sengkuang); statusnya terancam punah/EN,
- Upuna borneensis (Penyauk/Kenyauk); statusnya rentan/VU.
Andre pun berharap semoga materi yang ia sampikan bisa menjadi bahan refrensi dalam pengambilan keputusan (kebijakan) serta membuka wawasan kepada mereka ketika mereka memasuki dunia kerja dan terjun ke masyarakat.
Mereka berdua (Erik dan Andre) dari materi yang telah mereka sampaikan dapat memberikan tambahan pemahaman dibidang kerekayasaan yang mereka geluti kelak.
Semua rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pada malam hari tersebut berjalan sesuai dengan rencana dan mendapat sambutan baik dari para peserta yang hadir dalam kegiatan tersebut.
(MONGA.ID/Petrus Kanisius)