Pertanyaan ini gampang-gampang susah untuk menjawabnya. Gampangnya adalah jika pertanyaan; siapa sih sebenarnya yang peduli dengan bumi ini, maka jawabnya adalah orang yang mau peduli. Tetapi adakah yang mau peduli dengan bumi (nasib bumi) ini?
Bumi tempat kita menjalani sisa-sisa tatanan kehidupan ini terkadang menjadi teka-teki, apa bisa berlanjut hingga nanti atau tidaknya tergantung kepada siapa yang peduli. Kita sangat membutuhkan bumi hingga kini, tentu pernah berpikir bagaimana jika bumi ini semakin rusak.
Perlahan tetapi pasti, kerusakan bumi dalam hal ini lingkungan yang terjadi dan ada di sekitar kita ini menjadi tanda nyata bahwa bumi perlu didipedulikan oleh siapa saja sesungguhnya. Tetapi nyatanya apakah demikian? Mungkin jika boleh dikata, hutan, tanah, air dan segala isinya di bumi ini sesungguhnya telah dikuasai oleh kita manusia dengan ketidakharmonisan yang kita manusia miliki. Bumi, alam, hutan ini selalu memberi, tetapi kita selalu menyakiti bumi yang boleh dikata sebagai ibu kita semua. Bumi selalu memberi dan seolah mengingatkan juga kepada kita, agar boleh kiranya harmoni dan berhentilah menyakitinya. Tak jarang bumi dan sesisinya ini menjadi keserakahan kita yang tak berujung. Hutan berupa tajuk-tajuk pepohonan tak lagi menghijau dan indah dipandang mata. Hutan-hutan semakin rebah tak berdaya dan sudah pasti menderita karena ulah tangan-tangan tak terlihat.
Sumpah serapah terkadang muncul demi berdiri kokohnya hutan dan berpadu dengan tidakan kita yang juga menyumpah (sumpah serapah) kenapa terjadinya bencana. Hutan alam kah yang selalu memberi bencana atau sebaliknya kita yang selalu tega dengan nasib hutan alam yang tak lain isi dari bumi yang kian tersakiti.
Bumi sebagai rumah bersama pun terkadang terlihat semakin merana dalam hal ia mempertahankan beban hidupnya saat ini yang tak lain kita (manusia) yang semakin membutuhkannya tetapi sebaliknya menyakiti. Dengan kata lain, kita melihat bumi yang semakin sakit dan tua, tetapi kita semakin membuatnya sakit dan tersakiti.
Koar kelakar dari semua pun terasa kita rasakan ketika kita menjalankan tatanan kehidupan ini. Kita pun sesungguhnya tidak bisa disangkal adalah orang yang selalu merusak bumi sepanjang waktu dengan tidakan kita, tetapi kita juga yang tanpa menyadari dampak/konsekuensi bila bumi berkata-kata dalam bahasanya (lihatlah bencana yang disebabkan oleh tangan-tangan tak terlihat dan ulah kita pula).
Terkadang hanya kata yang menyebutkan bumi ini menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaganya. Tetapi masih kah ada secerca harapan agar bumi ini semakin sehat dan tak semakin sakit? Obat mujarab sesungguhnya yang kita tunggu untuk mengobati sakit bumi ini karena virus-virus yang ditimbulkan oleh kita semua pula walau terkadang kita tak menyadarinya dengan prilaku kita sehari-hari.
Satu yang pasti dan mungkin bisa kita lakukan untuk bumi dan isinya ini tak terkecuali hutan dan lingkungan yang ada di sekitar kita adalah dengan sikap dan prilaku bijaksana yang kita miliki saat ini. Sejujurnya, bumi, hutan dan lingkungan ini tidak butuh kita, tetapi kita yang butuh mereka. Mereka (bumi, hutan, lingkungan) bisa bertahan/tidak rusak andai saja kita tidak mengusik bahkan membuat bumi ini semakin sakit saban waktu. Terkadang terlihat dan terkadang tak terlihat namun terasa, bumi ini sudah semakin sulit terhimpit, tetapi ia (bumi) masih bertahan dengan sisa-sisa yang ia miliki pula.
Bumi sebagai rumah bersama sudah sepatutnya untuk dipupuk, dijaga, dirawat dengan kebijaksanaan dan keharmonisan yang kita semua miliki. Nasib bumi ini menjadi tanggung jawab bersama dan kita semua, mari jaga bumi agar boleh lestari dengan sisa-sisa tenagga dan cara-cara sederhana yang kita miliki. Bumi, hutan, tanah, lingkungan hidup ini merupakan titipan dan bukan warisan. Buatlah kiranya agar bumi boleh tersenyum bukan tersakiti karena kita.
(MONGA.ID/Petrus Kanisius)
MONGA.ID