Monga.id-Yogyakarta, Seni budaya Tatto telah menjadi tren dimasa kini, tak dapat dipungkiri kini banyak anak muda hingga orang tua masih saja senang dengan seni rajah tubuh ini. Seperti misalnya di Yogyakarta, tanggal 8-9 Maret 2018 kemarin, Asrama Mahasiswa Kalbar-J.C. Oevang Oeray, Yogyakarta, berkesempatan menjadi tuan rumah dari pagelaran kebudayaan tatto.
Acara “Tato Budaya Indonesia” merupakan acara diskusi mengenai tato, praktek tato langsung, pameran karya dan pemutaran film. Apabila boleh dikata acara ini hadir berdasarkan kesepakatan bersama berskala kecil.
Adapun acara yang digagas oleh para tattoo artist & pekarya lain ini berisikan tentang pemutaran film dokumenter tato tradisi Indonesia yang dilanjutkan dengan diskusi tato, pameran karya fotografi, pameran gambar, Lapak Buku & Lapak tatto. Hal itu bertujuan untuk mengenalkan kembali budaya tatto dan menarik minat para pengunjung yang sangat antusias dengan acara ini. Mengingat bahwa sedikit sekali event di Yogyakarta yang membahas tentang tato.
Pada hari kedua acara tersebut dilakukan pemutaran film tentang Tato Iban, besutan Bonfilio Yosafat. Tidak hanya pemutaran film tetapi juga ada sesi ‘ngobrol’ santai bersama Bonfilio Yosafat.
Menurut Yasir, salah satu mahasiswa Sastra Indonesia yang juga merupakan volunteer dalam acara ini mengatakan; “Acara ini memiliki tujuan, Ada tiga tujuan utama dari diselenggarakannya acara ini. Pertama, melawat pandangan buruk kebanyakan masyarakat (tidak semua) terhadap tato dan orang bertato. Kedua, mempertahankan budaya tua nusantara di tengah modernitas. Selanjutnya juga memberi wadah kepada kawan-kawan seniman tato, fotografer, pelapak buku, pelukis, dan kawan-kawan kreatif untuk terus berkarya dan berkreasi.”
Acara yang berlangsung selama dua hari tersebut diikuti oleh beberapa tatto artist. Pada kesempatan tersebut, beberapa komunitas tato seperti Chow Tattoo YK, Rajah Kulit (RikyYonda), Kambe Tattoo (Arya Amanda), KULITBABI (uncle_gondrong), VJart. Tattoo, Ragil Tattoo, Robert & Diseneni Bertattoo berkesempatan hadir.
Acara ini pun rencananya akan berkelanjutan meskipun belum diketahui kapan akan dilaksanakan kembali. “Semoga nantinya meluas dan meninggi. Meluas dalam artian tidak hanya di Yogyakarta saja, tetapi juga di kota-kota lain dengan konsep yang sama. Dan meninggi artinya apa yang dituju jelas,” terang Yasir.
Selain itu, salah satu praktisi tatto juga memilik pendapat tentang seni tatto. Menurut Riky Yonda; Seni merajah kulit (tato) Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki budaya tato, terutama pada Suku Dayak dan Mentawai (yang masih tersisa). Dengan membicarakan tato, kita bisa bicara banyak hal, dari Kebudayaan, sosial, hingga politik.
Kenapa tema ”Tato Budaya Indonesia” ?
Harapan pertama yaitu kita ingin mencoba untuk memperkenalkan tato kepada masyarakat, bahwa tato adalah salah satu aset dari produk-produk kebudayaan yang lahir di Indonesia. Tato merupakan anak kandung dari produk kebudayaan masyarakat tradisional yang masih tersisa diabad 21 ini. Dengan memperkenalkan tato yang dianggap tabu oleh masyarakat kebanyakan (tidak semuanya), diharapkan juga stigma yang ada secara perlahan dapat berubah. Acara ini harus berlanjut dan kedepannya dibuat dengan konsep yang lebih baik. Dengan melibatkan komunitas-komunitas, akademisi, dan tato artis lainnya. Tanpa menghilangkan nilai-nilai edukasi. Salam.”, ujar Riky Yonda.
Seperti yang kita ketahui bahwa tato terlihat buruk bagi beberapa kelompok masyarakat yang tidak mengetahui tato itu sendiri. Namun, dengan adanya acara ini para volunteer (relawan) yang ikut tergabung dalam acara ini berharap, masyarakat Indonesia bisa menerima tato bahwa tato adalah warisan budaya nenek moyang yang harus dilestarikan, tato itu sendiri adalah seni.
(MONGA /Aldo)