Aku meminta izin agar kiranya boleh tersenyum untuk-Mu
Itu aku (hutan) tentang tajuk-tajukku rimbun memberi tanda
Bersatu harmoni itu yang ku mau, bukan (ter/di) cabut
Bukan pula tercerabut merenggut tak kentara
Pelangi selepas hujan mengintip rebah tak berdayaku
Tanda kata, nyata bicara berlawanan kata
nasibku kini yang tak kunjung membaik
Gumamku tentang sakit penyakitku
Rebah tak berdaya bicara dalam dilema nada tak terlihat
Rinai rintik seolah menjadi hamoni semu
karena tak sanggup menahan rebah tak berdayaku
Rebahku sebagai penanda tak lagi mampu
Setiap rintik menjadi biang sang badai datang, inilah yang terlihat di pelopak mata
Semua mengata-ngataiku sebagai bencana dan tak bersahabat dan lain sebagainya
Apa salah dan dosaku hingga aku dikatai sebagai biang bencana dan sebagainya itu
Tanda nyata bicara tentang nasibmu, semua tertuju padamu
Nasibku yang tak lagi sama seperti dulu kian menanti asa bagi semua
Bingkai kata dan nada harap padaku pada-Mu
Entahlah, salah atau benarnya aku pun tak tahu
Umur dan nasibku yang masih tersisa ini akankah nanti kiranya boleh bertahan atau kalian rampas hingga aku pun tinggal dongeng manis saja?
(MONGA.ID/PIT)