“Bicara tentang wisata alam, tidak hanya bagaimana keindahan bentang alam saja, tapi bagaimana kelestarian jenis yang menjadi daya tarik, kesiapan masyarakat setempat, dan dukungan infrastruktur yang nyaman bagi pengunjung!” kata Abdurahman Al Qadrie, Ketua Konservasi Biodiversitas Ketapang (KBK), sebuah perkumpulan yang beraktivitas tentang upaya pelestarian keanekaragaman hayati Ketapang, Kalimantan Barat.
Untuk itu dia mengunjungi Desa wisata yang sejak 2008 dan mulai ramai dikunjungi baru tahun 2014 akhir. Tepatnya Dusun Gunung Kelir, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Jogjakarta.
Desa ini kemudian digagas menjadi Desa ramah burung oleh komunitas pengamat burung. Sebagai dukungan terhadap pemerintah desa yang telah mengeluarkan peraturan desa (perdes) pelestarian lingkungan hidup.
Salah satu dari amanat perdes tersebut adalah upaya perlindungan jenis-jenis burung di wilayah desa jatimulyo. Ada 94 jenis burung yang berhasil didata para pengamat burung yang dipelopori Imam Taufiqurahman.
Mayoritas penduduk desa ini adalah petani, peernak kambing dari jenis peranakan Ettawa, bahkan ada yang menekuni untuk produksi kopi dan madu, seperti yang ditekuni Mas Kelik alias Supono, warga Dusun Gunung Kelir yang memiliki pengetahuan luas mengenai flora fauna desa Jatimulyo.
Adalah Sidiq Harjanto. yang berkegiatan sejak 2006 yang waktu itu masih berstatus mahasiswa Biologi di UGM, awalnya datang ke desa ini untuk kegiatan penelusuran gua. yang kemudian menemukan jenis laba-laba baru, oleh para peneliti dari LIPI kemudian diberi nama jenisnya Amauropelma matakecil.
Desa ini sangat menarik dengan memiliki jenis serangga endemik jawa yaitu jenis capung dari Genus drepanosticta. Untuk itu lah desa ini menjadi tujuan utama kunjungan para peserta Jambore Capung 2017 yang diadakan di UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta.
“Ini hal yang sangat positif, jika kita berbicara tentang desa wisata di Ketapang, perlu kiranya kita berkaca pada desa desa yang telah memulainya” kata Abdurahman. (Monga/ADN)