MONGA.ID-KETAPANG, Walhi Kalimantan Barat mengelar Media Briefing tentang , ketidakpatuhan kosensi memulihkan Ekosistem Gambut di Ketapang dan sekaligus silaturahmi dengan awak media di warung Pakis Ketapang, Minggu (30/05).
Di hadapan awak media , Walhi Kalimantan Barat, memaparkan tentang latar belakang, peraturan, dan hasil lapangan tentang ‘Ketidakpatuhan Konsesi memulihkan Ekosistem Gambut di Ketapang’.
Kabupaten Ketapang dengan luas wilayahnya 31.588 km2 memiliki luas gambut sebesar 637.305 hektar atau 37,05 persen dari luas gambut Kalimantan Barat dengan luas 1,72 juta hektar.
Selain mengeluarkan kebijakan moratorium, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) sebagai areal basis pelaksanaan moratorium dan menetapkan kawasan hidrologis gambut (KGH), termasuk di wilayah Kabupaten Ketapang. Dari 124 KHG di Kalimantan Barat dengan luas seluruhnya sebesar 2.817.292 hektar, sebanyak 19 KHG dengan luas 625.049 hektar atau 22,18 persen berada di Kabupaten Ketapang.
Dengan luas KHG di wilayah Kabupaten Ketapang tersebut, sekitar 429.674 hektar atau sebesar 68,74 persen dari luas gambut di Ketapang mengalami kerusakan. Dari angka luas fungsi ekosistem gambut di Ketapang, sebesar 147.255 hektar dengan fungsi lindung dan 282.418 hektar budidaya.
Luas angka kerusakan sebagaimana SK Direktur Jenderal PPKL Nomor 40 tahun 2018 tersebut merupakan areal yang dimandatkan untuk dipulihkan.
Selain mandat pemulihan ekosistem gambut menjadi tanggungjawab pemerintah selaku regulator juga eksekutor perbaikan tata kelola sumberdaya alam, pihak penanggungjawab usaha (korporasi) juga memiliki kewajiban melakukan pemulihan kerusakan gambut.
Hasil pemantauan yang dilakukan WALHI Kalimantan Barat terhadap tingkat kepatuhan pemulihan ekosistem gambut dengan mendatangi sebanyak 511 titik pada 12 konsesi pemegang IUPHH-HA, dan IUPHH-HTI serta izin usaha perkebunan yang berada pada 8 KHG prioritas di Kabupaten Ketapang dengan memantau areal bekas terbakar, tutupan hutan dan infrastruktur pembasahan menemukan bahwa upaya pemulihan gambut masih rendah/tidak maksimal dilakukan.
Padahal berdasarkan pasal 6 Permen LHK Nomor P.16 tahun 2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Ekosistem Gambut, penanggunjawab usaha dan/ atau kegiatan wajib melakukan pemulihan fungsi ekosistem gambut.Peraturan Pemerintah 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Gambut, pada pasal 30 juga menegaskan hal serupa.
Hendrikus Adam, Kepala Divisi Kajian dan Kampanye WALHI Kalimantan Barat menyampaikan “Pada areal berkonsesi bekas terbakar tidak terlihat upaya penanaman kembali, pada areal bekas tebangan ditemukan ternyata berada pada areal gambut dengan fungsi lindung dan tidak ditemukan infrastruktur pembasahan gambut.
Meski di beberapa areal berkonsesi sekat kanal ditemukan, namun secara aturan hukum tidak tepat” jelas Hendrikus Adam.
“Salah satu contoh pada areal PT. M… – perusahaan pemegang IUPHH-HA di ditemukan adanya sekat kanal namun ternyata tumpangtindih dengan tanaman perkebunan kelapa sawit dan ini seharusnya tidak lazim. Bahkan dari analisis spasial yang dilakukan WALHI Kalbar, juga ditemukan terjadinya tumpangtindih antara areal berkonsesi dengan areal yang menjadi target moratorium dalam PIPIB 2019” tambah Adam.
Hal serupa disampaikan Agapitus, Dewan Daerah WALHI Kalimantan Barat. Menurutnya, kepatuhan perusahaan dalam melakukan restorasi ekosistem gambut sangat rendah dan pelaksanaan moratorium di daerah tidak berjalan ibarat ‘ panggang yang jauh dari api’. “Ketidakpatuhan pemulihan kerusakan gambut ini jauh panggang dari api, tidak sejalan dengan yang diharapkan” tegas Agapitus.
Menurutnya, mencegah hingga menghentikan deforestasi dan degradasi untuk mencapai mengurangi emisi 29 hingga 41 persen akibat alih fungsi hutan/lahan dan kebakaran meluas pada hutan alam dan ekosistem gambut perlu diperkuat dan diperluas” tambahnya.
Dari pemantauan yang dilakukan WALHI Kalimantan Barat dan analisis yang dilakukan atas kebijakan moratorium belum ada upaya signifikan yang dilakukan pemerintah untuk memastikan dipenuhinya tanggungjawab pemulihan ekosistem gambut yang mengalami kerusakan dalam areal berkonsesi sebagaimana diatur Permen LHK P16 Tahun 2017 maupun Peraturan Pemerintah 57 tahun 2016.
Menyikapi kondisi yang ada salah satu upaya Walhi menindaklanjuti dengan mengadakan acara Dialog bersama Pemangku Kepentingan, yang diadakan dalam waktu dekat di Ketapang, sehingga dari forum tersebut dapat solusi, langkah langkah dan rekomendasi, imbuh Adam Kepala Devisi Kajian dan Kampanye Walhi Kalbar.
Turut hadir dalam acara Media Breifing ini, 8 awak media masa yang ada di ketapang. (MONGA.ID/ Adri)