Berbagai kerusakan habitat terjadi di sekitar kita. Pencemaran air merupakan satu diantara berbagai masalah terkait lingkungan. Pencemaran air dapat berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan karena beberapa faktor contohnya, limbah cair dan campuran IPAL yang tidak sesuai prosedur dan baku mutu, sampah anorganik non liquid; plastik, limbah kelompok usaha dengan filter yang tidak memenuhi baku mutu, limbah pupuk tumbuhan, limbah pertambangan (termasuk pertambangan tanpa izin). Dampaknya menyebabkan kualitas air memburuk dan tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia. Air dibutuhkan oleh berbagai unsur biotik di lingkungan, karena baik struktur dan fungsi tubuh organisme melibatkan molekul air. Struktur tubuh manusia, hewan, bakteri, tumbuhan dan organisme hidup lain juga disusun oleh air dengan persentase yang berbeda-beda. Dikutip dari Food and Agriculture Organization (FAO, 2008) terdapat keterkaitan antara keberadaan tumbuhan dengan siklus air tanah, penguapan dan hujan.
Kualitas air di sungai akan sangat buruk dan berdampak pada tidak tersedianya air untuk dikonsumsi dan MCK pada daerah yang terpapar limbah. Mengutip dari (Suara Kalbar, 2021), “perubahan warna air sungai di Kalimantan Barat sempat terjadi beberapa waktu silam, air sungai menjadi keruh dan tidak bisa digunakan untuk MCK”. Mengutip dari (Antara News Kalbar, 2022), bawasannya “permasalahan pencemaran sungai sangatlah kompleks tidak hanya semata melarang namun juga harus ada solusi permanen untuk alternatif penghidupan bagi masyarakat mengingat harga emas yang tergolong tinggi’. Pertambangan emas secara tradisional merupakan salah satu upaya penghidupan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perizinan tidak resmi (illegal) menjadi masalah yang semakin memperburuk keadaan. Satu sisi kita di hadapkan pada permasalahan lingkungan khususnya pencemaran sungai. Di sisi lain, cara tradisional masih menggunakan metode manual dengan standar keselamatan yang sangat minim, sehingga sangat mengancam keselamatan jiwa para penambang. Tentunya hal ini masih menjadi pekerjaan rumah bersama yang harus segera diselesaikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Sisa dari proses pertambangan, bila tidak dilakukan perlakuan khusus akan sangat berpotensi menimbulkan masalah lingkungan. Masalah yang sering terjadi adalah vegetasi tumbuhan sukar untuk tumbuh diatas pasir, ketika suspensi mengering menyisakan hamparan pasir putih di atas permukaan. Masalah lainnya menyebabkan sungai menjadi keruh dan tercemar oleh campuran suspensi dan koloid. Mengutip dari (IDN Times, 6/2021) bahaya percemaran diperparah karena pemakaian merkuri (hydragyrum). Tumpahan pelumas mesin (engine oil) dan pemakaian solar. Mesin dengan sistem pembakaran tidak efektif sehingga gas buangan (gaseous exhaust) tergolong berbahaya lebih tinggi (ACS, 2015). IARC (International Agency for Research on Cancer) mengklasifikasikan bahwa gas tersebut termasuk ke dalam karsinogenik kelompok pertama. Vegetasi yang mampu tumbuh di atas permukaan setelah proses kolam tambang ditinggalkan seringkali merupakan tumbuhan invasif. Jenis invasif (bukan asli) yang sering ditemukan adalah cengkodok (Melastoma malabathricum L.) dan jambu monyet (Bellucia pentamera Naudin).
Kelangsungan hidup orangutan dan satwa liar lainnya sangat bergantung pada ketersediaan pakan di areal hutan. Apabila terdapat tambang tak berizin di kawasan habitat satwa liar, khususnya orangutan, tentu menjadi ancaman serius bagi mereka. Kolam yang tersisa setelah proses pertambangan memiliki kualitas air yang buruk, kandungan timah hitam, tembaga, mercuri dan Zinc / seng tergolong tinggi.
Mengingat peranan penting orangutan sebagai spesies payung (umbrella species), ketika orangutan hilang regenarasi hutan juga akan tertanggu. Ketika hutan terganggu maka dampaknya adalah siklus air juga akan terganggu. Air bersih, oksigen, unsur hara tanah, mineral, tumbuhan yang dapat dimakan melibatkan proses yang kompleks. Regenarasi hutan dipengaruhi oleh orangutan dan satwa liar lain di dalamnya, ketika kita menjaga ekosistem hutan tersebut secara tidak langsung kita telah menjaga air dan sungai untuk kita wariskan kepada generasi saat ini dan nanti.
Referensi:
Hamilton, LS; with contribution Dudley, N. Greminger, G. Hassan, N. Lamb, D. Stolton, S & Togneti, S in Water and Forest, FAO (2008) p. 3, f. 1
Penulis : Gunawan Wibisono/PPS, Yayasan Palung