Sorak sorai kita terus menggema
Tertawa tak terasa itu ada
Menyana tanya tentang apa yang dirasa
Mengapa biarkan bumi menangis itu nyatanya
Tawa rasa tiada kata menertawa
Kata ibarat sampah tak berguna
Risau, gundah gulana, bertanya
Mengapa biarkan bumi menangis, kata siapa?
Berkaca pada tanda nyata yang orang bilang itu bencana
Bukankah itu artinya biarkan bumi menangis merana?
Bumi porak poranda ketika tingkah polah bicara
Bukan lagi mengada-ada karena itu ada
Pepatah lama, pepatah baru tentang dokma rasa
Kata bicara dalam nyata karena mungkin kita lupa?
Bencana mendera lekang membentang asa masa membara
Membara mendera kepada kita
Tengoklah bumi semakin renta
Kita pun semakin tua
Tau arti menjaga?
Atau hanya khayalan belaka
Panas mentari yang semakin terik membakar begitu pula rimba raya
Para satwa semakin pelit bersuara
Lauk pauk semakin jalang di sungai-sungai belantara
Arus haus semakin meraja sebab serakah mengalahkan kokohnya Ciptaan Sang Pencipta
Hembusan angin sepoi-sepoi kini berganti karena membeku, hingga mentari memanas disetiap sudut ruang kota
Nyanyian rindu akan bumi yang lestari mencari tuannya
Tangan-tangan tak terlihat tak henti berlomba seolah bumi kepunyaan sendiri saja
Getar nada akan tanda rasa peringatan tak jarang menjadi penanda kemana kita
Kemana kita karena bumi semakin senja
Semakin senja apakah ia (bumi) masih mampu sebagai pembina
Sebagai penopang, penyeimbang penguat dan penyejuk jiwa
Bila ingin ia (bumi) terus ada bingkailah rasa untuk merenda asa agar bumi tak tinggal cerita.
(Pit-YP/MONGA.ID)