MONGA.ID – KETAPANG, Birokrat, secara sederhana dipahami sebagai orang yang bekerja di dunia birokrasi atau pemerintahan. Pegawai pemerintah singkatnya. Di Kabupaten Ketapang, sampai tahun 70-an, hanya ada sedikit orang Dayak atau Katolik yang menjadi birokrat atau pegawai pemerintah tersebut. Salah satu birokrat awal Dayak di pemerintahan Kabupaten Ketapang ini adalah Agustinus Semperong.
Pada tanggal 3 Mei 1985 Agustinus Semperong meninggal dunia di RS Sungai Jawi Pontianak. Hari ini, 3 Mei 2024, Keluarga Jalan Saunan (rumah tinggal almarhum) mengadakan misa mengenang 39 tahun meninggalnya birokrat awal Dayak tersebut.
Pastor Vitalis dalam bukunya Catatan Harian Pastor Vitalis CF Frumau Pastor itu menulis: Tanggal 3 Mei 1985. Meninggal dunia di RS Sungai Jawi Pontianak, Bapak Gabriel Agustinus Semperong, tokoh umat Katolik dan (tokoh) masyarakat (Dayak) di Ketapang. Beliau meninggal ketika mencapai usia 54 tahun. Tanggal 4 Mei, jenazahnya diterbangkan ke Ketapang dan pada tanggal 5 Mei dikebumikan.
Duka menyelimuti masyarakat Ketapang. Di Tebuar, Sekembar, Betenung dan Tumbang Titi orang ramai membicarakan kebaikannya. Saat pemakaman, Pastor Vitalis menyebut bahwa ia tidak dapat menahankan kesedihannya. Ia menangis tersedu-sedu pada saat memberikan renungan pelepasan jenazah. Menurut Pastor Vitalis, memang Bapak Semperong sangat disayangi umat dan masyarakat dari berbagai etnis dan agama. Dalam buku yang lain, Pater Yerun PBS dan Tahun-Tahun di Tanah Misi, Pastor Yerun CP menyebut bahwa orang-orang seperti Semperong adalah tokoh pemersatu Dayak, orang yang memiliki karisma dan juga misi dan visi ke depan.
Berwawasan maju…
Semperong, atau kemudian ketika dibaptis Katolik bernama lengkap Gabriel Augustinus Semperong, memulai karir di pemerintahan saat menjadi staf Wedana di Nanga Tayap. Seperti dicatat dalam buku Biografi PJ Denggol (2022), saat menjadi wedana di Nanga Tayap Wedana Denggol dibantu oleh orang-orang yang terampil dan berwawasan maju sebagai staf kewedanaan. Mereka diantaranya Semperong Merial (staff), Ribak (Mantri Pertanian), Ginsai Tihang (Juru Tulis), Kubal (Mantri Hewan), Udir (mantri suntik Kesehatan), Sanggam (guru).
Semperong bekerja menjadi staf wedana di Nanga Tayap sejak tahun 1962. Ia kemudian diangkat menjadi Camat Tumbang Titi pada tahun 1971. Walau hanya dalam waktu singkat menjadi camat Tumbang Titi, namun kebaikannya diingat orang. Camat Semperong juga peduli pada pengembangan budaya Dayak di Tumbang Titi. Ia menjadi pelindung dan penasihat untuk lembaga yang diberi nama Badan Penggali Kebudayaan Daerah (BPKD).
Tahun 1972, Semperong ditarik menjadi birokrat di Kantor Bupati Ketapang. Ia bekerja awalnya di bagian pembangunan. Yang menarik, bahwa saat pelantikannya sebagai pejabat di kantor Bupati Ketapang, Semperong didampingi oleh Raja Hulu Aik. Saat itu, Semperong belum menjadi Katolik. Terkenal sebagai birokrat yang rajin dan bekerja lurus, Semperong kemudian dipercaya sebagai Bendaharawan Kantor Bupati Ketapang.
Berikutnya, Semperong kemudian memeluk agama Katolik. Ia dibaptis dengan nama permandian Gabriel Augustinus. Sebagai umat Katolik, ia terlibat dalam banyak kegiatan menggereja. Pada kepengurusan Dewan Paroki Santa Gemma tahun 1978, ia pengurus Seksi Kematian. Agustinus Semperong pernah menjadi Ketua Kring 2 yang meliputi wilayah Jalan Saunan, Jl. Dr. Sutomo, Jalan Matan/Mulia Baru. Ini wilayah dimana banyak umat Katolik Dayak bertempat tinggal. Ia pernah menjadi pengurus Dewan Paroki.
Bekerja Lurus dan Peduli Budaya
Bekerja baik dan jujur, Ag Semperong banyak dipercaya sebagai bendahara. Pada saat tahbisan Uskup Blasius Pujaraharja di tahun 1978, ia menjadi Bendahara 1 Panitia. Ia memegang posisi bendahara untuk beberapa kegiatan paroki dan keuskupan lainnya. Saat tahbisan imam baru Harimurti, tahun 1982, Ag. Semperong dan PJ Denggol berduet menjadi Ketua Panitia. Ketika Keuskupan Ketapang membentuk Panitia Pembangunan, Ag. Semperong diangkat menjadi penghubung antara pihak Keuskupan dan Pemerintah Daerah Ketapang.
Sebagai tokoh masyarakat yang peduli terhadap Pendidikan dan kemajuan, rumah Semperong sering menjadi tempat menginap guru-guru dari pedalaman Ketapang. Banyak anak-anak dari kampung juga ditampung di rumahnya, seperti misalnya Yohanes Soman, Martius, Priyono Pasti, Lenzerheng dan lain-lain. Ada yang bekerja, ada yang bersekolah di SMP atau SPG atau SMA saat itu.
Kebudayaan Dayak juga menjadi kepedulian Ag. Semperong. Di tahun 1978, beberapa tokoh Dayak di Ketapang mendirikan Sanggar Hulu Sungai Kabupaten Ketapang, yang disingkat SAHUSAKA. Di sanggar ini, , AG Semperong didaulat untuk menjadi Ketua I. Salah satu bangunan yang dirintis juga oleh Pak Semperong dan kawan-kawan adalah pendirian Wisma Sanggar Hulu Sungai Ketapang. Bangunan ini dimaksudkan sebagai penginapan bagi orang dari pedalaman yang bepergian ke Ketapang, juga sebagai rumah duka atau transit.
Agustinus Semperong lahir di Sekembar pada tahun 1931 dari keluarga yang termasuk etnis Dayak Kayong. Ia menikah dengan Cornelia Ketumbar, puteri keturunan Demong dari Tebuar dan dikarunia 6 anak. Yang pertama Ir Kornelius Syamsu Akhyar (pensiunan Bappeda dan Dinas Pertanian Ketapang), Syaiful Bahri (Pensiunan Dinas Perkebunan), Drs Sakura (swasta, anggota FKUB Kabupaten Ketapang), Kurniati, Supia Kusmina (alm, aktivis Yayasan Dian Tama Pontianak), serta yang bungsu Marta Kartina SH, MAP (Sekretaris Badan Kepegawaian/BKPSDM Sekda Ketapang sekarang).
Terhadap pengabdiannya sebagai birokrat Dayak dan juga tokoh masyarakat dan gereja, Pastor Yerun Stoop CP dalam buku PBS dan Tahun-Tahun di Tanah Misi menyebut bahwa orang-orang seperti Semperong adalah tokoh pemersatu Dayak, orang yang memiliki karisma dan juga misi dan visi ke depan. Orang yang tetap dibutuhkan masyarakat sekarang. Menurut pastor itu, orang seperti Semperong walaupun tidak mendapat pendidikan yang tinggi, namun mau berkembang berdasar pengalaman dan juga pengetahuan yang mereka peroleh dengan membaca dan berorganisasi (*). Penulis : F Alkap Pasti