(Puisi)Merindumu Agar Tak Layu dan Rebah

487
Pohon Dipterocarp yang tumbuh di habitat hidupnya di Gunung Palung. (Foto dok. IST/Tim Laman, YP).

Merindu, itu kata yang bisa kuucapkan kepada napas-napas segala bernyawa

Merindu agar tak layu dan tak rebah

tentang nasib tajuk-tajuk yang berdiri kokoh agar tak goyah diterpa selain angin

agar tak rebah, rebah berarti mati ataupun luluh layu

Merindumu menanti asa, agar hal itu (tak layu dan tak rebah) lagi

tentang kisah yang selalu menyana, mengata

agar kiranya hutan yang dikata sebagai penopang tak lagi rebah tak berdaya

agar satwa boleh bercengrama riuh tapi bukan gaduh

Tanam tumbuh biarlah menjadi tajuk-tajuk dan tunas-tunas baru

Bukan lalu hilang lenyap rebah tak bersisa

Burung-burung, primata tak terkecuali orangutan selalu rindu pakan yang raya

Bukan petaka atau sengketa

Rindu, merindu;

rimba yang harus selalu raya

Raya akan buah melimpah

Manusia yang selalu ramah

Napas segala bernyawa rerata dalam nyata

Khawatir layu dan rebah akan terjadi lagi

Kiranya burung-burung masih boleh berkicau, menari dan ke sana kemari  

Primata boleh bebas lepas berkelana, bergelantungan berayun-ayun sepanjang waktu

Merindu berarti pula berharap akan bagaimana cara ada muncul rasa

Karena,

Rimbunnya tajuk-tajuk masih bisa menjadi pelindung dari sengatan sinar matahari

Tanam tumbuh sumber pakan yang tak boleh rebah dan layu

Sebagai pengingat, hutan alam ini sesekali berbicara dalam bahasanya sendiri

Namun, terkadang alam ini tak jarang sering dikata tidak bersahabat

Apakah benar alam ini yang tidak bersahabat? atau kita manusia yang tidak bersahabat?

Entahlah, tetapi yang pasti hutan alam ini segalanya bagi semua maka ia tak boleh layu dan rebah.

(Pit YP/MONGA.ID)

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar anda
Masukkan nama anda di sini