PASTOR YERUN DAN PBS: MENEBAS JALAN KEMAJUAN DAYAK (Bagian 1)

1785
Jacobus Cornelius Stoop, CP. Foto Istimewa/Alkap Pasti.

Nama lengkapnya Jacobus Cornelius Stoop, lahir di Schoorl, Negeri Belanda pada 2 Maret 1925. Di tahun 1953, pada usia usia 28 tahun, setahun setelah ia ditahbiskan menjadi imam Pasionis, ia memutuskan pergi ke tanah misi: Ketapang Kalimantan Barat, yang saat itu di kenal dengan sebutan daerah Matan. Berlayarlah ia, pastor muda itu, menumpang kapal Oranye dari pelabuhan Amsterdam menuju Singapura, dilanjutkan naik Kapal Lamonggang menuju Pontianak. Berangkat pada September 1953, Pastor yang (kemudian) sering disebut Pastor Yerun itu, tiba di Pontianak pada Oktober 1953 Ia menjejakkan kakinya di tanah Ketapang, pada 20 Oktober 1953.

Pastor muda itu mendapat tugas dari Kongregasinya, Pasionis, di wilayah Tumbang Titi. Saat itu, Pelayanan di Tumbang Titi masih meliputi juga wilayah Tayap atau Matan Hulu. Kelak, saat bertugas ke wilayah Tayap, Pastor Yerun bertemu dengan PJ Denggol, seorang aktivis Gereja, Penyebar Injil di wilayah Sekadau, dan saat itu menjadi Wedana di Tayap. Dari perbincangan keduanya, dua puluh tahun kemudian mereka membentuk Panitia Beasiswa Keuskupan Ketapang, atau sering diingat nama pendeknya: PBS.

Pastor Yerun Stoop CP, bersiap menari adat. Saat perpisahan dengan Alumni PBS sebelum ia pindah tugas ke Malang, Jawa Timur, 1999. Foto dok : Alkap Pasti

Natal pertama ditanah misi dilewatinya bersama umat di Serengkah. Disini ia pertama kali mengenal musik Begendang, dengan orang makan dan minum tuak, yang banyak juga menjadi mabuk. Hal yang aneh, pikirnya selintas. Tetapi, kursus persiapan misiologi, antropologi yang diterima sebelumnya, membuat ia tidak membuat penilaian dulu terhadap kelompok masyarakat  pribumi Dayak itu.

Satu hal yang pasti yang ia temui, ketika melakukan turne-dengan bersepeda atau berjalan kaki, di wilayah Tumbang Titi, Tayap, Sandai dll adalah sangat sedikitnya muda-mudi Dayak setempat yang memperoleh pendidikan lanjut sesudah sekolah dasar. Pastor itu teringat, bahwa pendidikan adalah hal yang penting untuk kemajuan sebuah komunitas walaupun memang memerlukan waktu lama. Untuk itu, tertanam dalam pemikirannya, bagaimana suatu saat ada anak-anak Dayak yang akan belajar lanjut di Ketapang atau daerah lainnya di Indonesia.

Tahun 1963, Pastor Yerun untuk pertama kalinya, sesudah berkarya di daerah Matan Hulu selama 10 tahun, ia mengambil cuti untuk pulang ke Negeri Belanda. Sebuah cuti yang panjang, selama satu tahun, dengan musim dingin yang kuat yang membuat ia kesulitan menyesuaikan diri sesuah puluhan tahun berjemur di bawah terik matahari Khatulistiwa.

 Tahun-tahun itu, Gereja Katolik sedang mengalami perubahan besar, sebagai akibat dari Konsili Vatikan II. Menyambut zaman baru itu, Pastor Yerun saat akhir cutinya menyempatkan diri menambah wawasan dengan mengikuti kursus-kursus misiologi dan teologi.

Tahun 1965, Pastor Yerun kembali ke Indonesia. Namun, kali ini oleh kongregasinya, ia diminta membantu bertugas di Lintang Kapuas, Kabupaten Sanggau, dimana Kongregasi Pasionis juga berkarya. Di sini diusia yang mantap, 40-an tahun, ia rajin berkunjung ke kampung-kampung Dayak: Sungai Biang, Meliau, Tayan sampai Teraju.

Perkembangan selanjutnya, pada 8 Agustus 1970, Pastor Yerun diangkat menjadi superior Pasionis. Pada 1974, ia diangkat menjadi Vikaris Jenderal atau Vikjen Keuskupan Ketapang oleh uskup pertama Mgr. Sillekens. Saat Mgr Blasius Pujaraharja menjadi Uskup Ketapang di tahun 1979, Pastor Yerun kembali diangkat menjadi Vikjen sampai April tahun 1999, saat mana ia berpindah tugas ke Malang (Jawa Timur). ……(bersambung)

Penulis : Alkap Pasti (Ketua Alumni PBS-KK tahun 2018-2021)

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar anda
Masukkan nama anda di sini