Saat Pencegahan Corona, Berdiam (Tidak) Harus Diam?

844
Ilustrasi virus corona. Foto dok. Shutterstock

MONGA.ID-KETAPANG, Berdiam tak harus mematung atau memasung diri. Dengan berdiam berarti ada kesempatan untuk berkegiatan (tidak harus berdiam) walau tak harus keluar rumah dengan kondisi saat ini.

#DirumahAja, #dirumahaja atau #kerjadirumah atau banyak lagi # (tahar/Hashtag) yang lainnya kini sedang ramai-ramanya. Satu tujuannya adalah salah satu upaya untuk pencegahan atau terhindar dari Virus Corona (Covid-19).

Ya, anjuran untuk semua agar berdiam diri di rumah, kerja di rumah dan menghindar kontak langsung tak lantas pula membuat kita diam. Diam dalam arti kata mungkin banyak jenisnya seperti diam tidak bersuara, diam tidak bergerak atau mungkin ada lagi arti lainnya.

Berdiam tidak harus diam, lebih kepada kita bagaimana kita tetap menjalankan sebisa kita yang bisa kita lakukan. Seperti misalnya mengisi waktu luang untuk keluarga bagi yang sudah berkeluarga (quality time), berkebun di pekarangan rumah atau menulis, membaca dan menyelesaikan pekerjaan rutin yang kita kerjakan atau mungkin bagi yang hobi berolah raga. Dan masih banyak lagi kegiatan lainnya mestinya. Toh kini semua serba digital.

Berdiam tak harus diam, ya harus ada aktivitas, ada kegiatan. Jika tidak beraktivitas bisa dikatakan tidak melakukan apa-apa. Berdiam di rumah harus ada aktivitas yang setidaknya membuat kita ada keluar keringat.  

Beraktivitas berarti pula membuat kita tetap menjaga kebugaran, yang diimbangi pula dengan setidaknya air hangat setiap pagi setelah bangun pagi atau bangun siang sedikit tidak apa-apa. Bila ada air hangat jahe lebih baik lagi untuk pelega tenggorokan yang mungkin terpengaruh karena berdagang eh salah bergadang. Tetapi intinya untuk jaga tubuh agar tidak mudah drop.

Tak harus diam. Jangan juga kita lalu lupa dengan lingkungan sekitar. Jangan pula lupa masak didapur, jangan pula lalu ketakutan yang semakin menjadi yang cenderung membuat kecemasan dan kerentanan tubuh. Ingat tetap sehat, toh itu kunci kata banyak orang dan setidaknya itu menjadi cara yang boleh dipakai ketika keadaan kita saat ini.

Tak harus diam lainnya pula adalah ketika kita boleh bersama-sama belajar dengan rambu-rambu yang telah ditentukan. Mengikuti arahan apa yang menjadi ketentuan/kesepakatan, tetapi jangan sampai jangan sampai menjadi pembangkang/pengkangan bagi diri dan orang lain.  

Beberapa contoh yang mungkin kini menjadi soal adalah ketika anak muda yang kurang mau mendengar apa yang telah ditentukan. Di suruh belajar di rrumah, eh malah keluyuran di cafe-cafe hingga membuat geram para aparat hingga menciduk. Lucunya lagi tak sedikit berkilah dan melawan. Nah mungkin inilah realita nyata  negeri +62 ini.

Yang harus diam adalah mulut dari kata-kata negatif dan mengumbar hoax yang tak penting. Karena tak sedikit hoax berseliweran.

Satu kata, kita memang dianjurkan untuk berdiam atau setidaknya menunda kegiatan-kegiatan pertemuan, diskusi, seminar dengan banyak orang secara langsung.  Beberapa instansi swasta, lembaga, yayasan atau bahkan kantor pemerintahan dan perusahaan memberlakukan para pekerja/ karyawan untuk bekerja di rumah.

Kita diajarkan pula agar tidak ngeyel, dengan demikian semua harus bisa menjaga apa yang sudah menjadi instruksi, himbauan dari pemimpin. Tentunya ini mesti dilakukan oleh kita semua. Dan yang pastinya lagi semoga kita semua tetap jaga kesehatan dan selalu sehat agar tidak mudah terpapar.  Jangan lupa pakai masker, cuci tangan dan jaga jarak itu yang harus dilakukan.

Kita memang tidak bisa mengikuti arahan pemikiran sendiri ketika situasi saat ini. Arahan dari pemimpin lah yang menjadi satu kesatuan kita saat ini.  Ragam cara dan upaya saat ini pun tak henti-hentinya dilakukan agar bencana non alam ini cepat berlalu dan semua aktivitas kita boleh seperti sedia kala.

(MONGA/Petrus Kanisius)

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar anda
Masukkan nama anda di sini